A.
Macam-macam Perbuatan Pemerintah
Dalam
melaksanakan tugas menyelenggarakan kepentingan umum, pemerintah banyak
melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Aktivita atau pembuatan itu pada
garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan, yaitu : [1]
1. Rechtshandelingen
(golongan perbuatan hukum)
2. Feitelijke
handelingen (golongan yang bukan perbuatan hukum)
Dari
kedua golongan perbuatan tersebut yang penting bagi Hukum Administrasi Negara
adalah golongan perbuatan hukum (Rechts handelingen), sebab perbuatan tersebut
langsung menimbulkan akibat hukum tertentu bagi Hukum Administrasi Negara,
sedangkan golongan perbuatan yang bukan perbuatan hukum tidak relevan (tidak
penting).
Perbuatan pemerintah yang termasuk golongan perbuatan
hukum dapat berupa
a. Perbuatan
hukum menurut hukum privat (sipil).
b. Perbuatan
hukum menurut hukum publik.
B.
Perbuatan Hukum Menurut Hukum Privat
Administrasi
Negara sering juga mengadakan hubungan-hubungan hukum dengan subyek
hukum-subyek hukum lain berdasarkan hukum privat seperti sewa menyewa, jual
beli, dan sebagainya. Berkaitan dengan ini timbul pertanyaan, dapatkah
administrasi negara itu mengadakan hubungan hukumberdasarkan hukum privat ?
Atas pertanyaan ini timbul dua pendapat.
Pertama, pendapat
yang menyatakan bahwa administrasi negara dalam menjalankan tugas pemerintahan
tidak dapat menggunakan hukum privat. Pendapat ini dikemukakan oleh prof. Scholten. Alasannya karena sifat hukum privat itu
mengatur hubungan hukum yang merupakan hukum untuk bolehnya tindakan atas
kehendak satu pihak. Untuk administrasi negara tindakan satu pihak ini mungkin
dilakukan dalam rangka melindungi kepentingan umum.
Kedua, pendapat
yang menyatakan bahwa administrasi negara dalam menjalankan tugasnya dalam
beberapa hal dapatjuga menggunakan hukum privat. Tetapi untuk menyelesaikan
suatu soal khusus dalam lapangan administrasi negara telah tersedia
peraturan-peraturan hukum publik, maka administrasi negara harus menggunakan
hukum publik itu dan tidak dapat menggunakan hukum privat. Pendpat ini
dikemukakan oleh prof. krabbe, kranenburg vegting, Donner dan Huart.
C.
Perbuatan Hukum Menurut Hukum Publik
Perbatan
hukum menurut hukum publik ini ada dua macam :
1.
Perbuatan
Hukum Publik yang Bersegi Satu (eenzidjige publiekrechtelijke handeling)
Beberapa sarjana seperti S. Sybenga
hanya mengakui adanya perbuatan hukum publik yan bersegi satu, artinya hukum
publik itu hanya merupakan kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah. Menurut
mereka tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian,
misalnya, yang diatur oleh hukum publik. Jika pemerintah mengadakan perjanjian
dengan pihak swasta maka perjanjian itu senantiasa menggunakan hukum privat
(perdata). Perbuatan tersebut merupakan perbuatan hukum bersegi dua karena
diadakan oleh kehendak kedua belah pihak dengan sukarela. Itulah sebabnya tidak
ada perjanjian menurut hukum publik, sebab hubungan hukum yang diatur oleh
hukum publik hanya berasal dari satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara
menentukan kehendak sendiri.
2.
Perbuatan
Hkum Publik yang Bersegi Dua (tweezijdige publiekrectelijke handeling)
Van der Pot, Kranenberg-Vegting, Wirada
dan Doner mengakui adanya hukum publik yang bersegidua atau adanya perjanjian
menurut hukum publik. Mereka member contoh tenang adanya “kortverband contract”
(perjanjian kerja jangka pendek) yang diadakan seorang swasta sebagai pekerja
dengan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi pekerjaan. [2]
Pada kortverband contract ada persesuian
kehendak antara pekerja dengan pemberi pekerjaan, dan oerbuatan hukum itu diatur
oleh hukum istimewa yaitu peraturan hukum publik sehingga tidak ditemui
pengaturannya didalam hukum privat (biasa). Dalam kaitan ini bisa diconthkan
misalnya tenaga-tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia untuk masa waktu
tertentu adalah merupakan kortverband contract yang kemudian dituangkan dalam
satu beschiking.
D.
Arti Tindakan Pemerintah
Menurut
Van Vollenhoven yang dimaksudkan dengan ‘tindakan pemerintahan’
(Bestuurshandeling) adalah pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat secara
spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan. Sedangkan menurut
Komisi Van Poelje dalam laporannya tahun 1972 yang dimaksudkan dengan ‘publiek
rechtelijke handeling’ atau tindakan dalam hukum publik adalah
tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Romeijn mengemukakan bahwa tindak pemerintahan adalah tiap-tiap
tindakan atau perbuatan dari satu alat administrasi negara (bestuurs organ)
yang mencakup juga perbuatan atau hal-hal yang berada diluar lapangan hukum
tata pemerintahan, seperti keamanan, peradilan dan lain-lain dengan maksud
menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi.
E.
Penentuan Tugas dan Kewenangan
Perundang-undangan oleh Pemerintah
Menurut
Donner di samping melakukan tindakan-tindakan hukum dalam menjalankan fungsi
pemerintahan administrasi negara juga melakukan pekerjaan menentukan tugas
‘taakstelling’ ataupun tugas politik, sekalipun tugas itu bukan merupakan tugas
utamanya. Selain itu administrasi negara juga diberi tugas untuk membentuk
undang-undang dan peraturan-peraturan yang sebenarnya menjadi tugas legislatif.
Pemberian tugas pembuatan peraturan-peraturan itu menurut Donner diberikan
berdasarkan lembaga ‘delegasi’ atau pelimpahan tugas kepada administrasi negara
yang biasa disebut dengan ‘deleasi perundang-undangan’ (delegatie van
wetgeving). Dalam Bab IV buku ini sudah dikemukakan pendapat Utrecht tentang
kewenangan administrasi negara dalam bidang perundang-undangan melalui
kewenangan atas inisiatifnya sendiri atau melalui ‘delegasi’
perundang-undangan.
·
Kewenangan atas inisiatif sendiri
Kewenangan atas inisiatif sendiri
berarti bahwa (Presiden) tanpa harus dengan persetujuan DPR diberi kewenangan
untuk membuat peraturan perundangan yang derajatnya setingkat dengan
Undang-undang bila keadaan terpaksa. Dalam keadaan biasa (tidak terpaksa) kewenangan
membuat Undang-undang (kekuasaan legislatif) dilakukan oleh Presiden bersama
dengan DPR seperti dengan jelas ditentukan dalam pasal 5 dan pasal 20 UUD 1945.
Tetapi jika timbul keadaan genting (gawat) yang memaksa, Presiden diberi
kewenangan untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang
(peperpu). Dasar teoretis dari kewenangan inisiatif dalam keadaan genting ini
ialah “salus populi superme lex” yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum
yang tertinggi. Peperpu ini menurut ketetapan MPRS No. XX tahun 1966 derajatnya
setingkat dengan Undang-undang. Kewenangan Presiden untuk membuat Peperpu
(sebagai kewenangan atas inisiatif sendiri) ini tercantum didalam pasal 22 ayat
(1) UUD yang berbunyi, “Dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa presiden berhak menetapkan peraturan pemerintahan
sebagai pengganti undang-undang”. Karena produk legislasi Peperpu ini dibuat
dalam keadaan darurat dan dengan prosedur yang luar biasa maka paling lambat
pada masa persidangan DPR berikut sesudah berlaku, Peperpu tersebut harus
disampaikan kepada DPR untuk dimintakan persetujuan (pasal 22 ayat 2) dan
diberi bentuk Undang-udang. Dan jika Peperpu tersebut disetujui oleh DPR untuk
terus diberlakukan maka didalam nomor UU-nya harus diberi kode PRP. Misalnya UU
No. 56/PRP/1960. Sebaliknya jika DPR tidak menyetujui Peperpu tersebut harus
dicabut (pasal 22 ayat 3).
·
Kewenangan atas delegasi
Kewenangan atas delegasi berarti
kewenangan untu membuat peraturan perundang-undangan yang derajatnya dibawah
undang-undang yang berisi masalah untuk mengatur ketentuan satu undang-undang
peraturan perundang-undangan yang dibuat karena delegasi ini pada dasarnya
memang dapat dibuat oleh presiden sendiri sesuai dengan ketentuan pasal 5 (2)
UUD 1945 yang berbunyi : “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untu
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Selain Peraturan Pemerintah
pihak pemerintah dapat juga mengeluarkan bentuk peraturan perundangan lainnya
yang derajatnya lebih rendah dari Peraturan Pemerintah.
Kewenangan untuk membuat peraturan
perundangan yang dibawah PP itu bukan merupakan delegasi langsung dari UUD 1945
tetapi diberikan berdasarkan ketetapan MPRS No. XX tahun 1966. Peraturan
perundang-undangan yang derajatnya berada dibawah PP tersebut tidak harus dibuat
oleh Presiden tetapi bisa dibuat oleh Presiden tetapi bisa dibuat oleh Menteri
maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup kekuasaannya masing-masing.
Menurut Ketetapan MPRS No. XX tahun 1966 peraturan perundang-undangan yang
derajatnya lebih rendah daripada Peraturan Pemerintah ialah Keputusan Presiden
dan Peraturan Pelaksanaan lainnya (seperti Peraturan Menteri dan Instruksi
Menteri).
Kewenangan
inisiatif ini bisa melahirkan peraturan yang setingkat UU yaitu peperpu,
sedangkan kewenangan atas delegasi bisa melahikan peraturan yang derajatnya
dibawah UU yaitu peraturan pemerintah. Dasar dari kewenangan administrasi
negara untuk membuat peraturan atas inisiatifnya sendiri (menurut Donner
kewenangan atas delegasi itu) untuk Indonesia adalah pasal 22 ayat (1) UUD 1945
yang berbunyi, “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintahan sebagai pengganti undang-undang”.
Peperpu yang dibuat oleh presiden berdasarkan
ketentuan pasal 22 ayat (1) tersebut kemudian harus diberi bentuk UU dengan
dimintakan persetujuan DPR pada persidangan berikutnya. Jika DPR tidak
menyetujui untuk dijadikan UU maka Peperpu itu harus dicabut. Keharusan
pemberian bentuk UU ini tidak dapat dilepaskan dari azas negara hukum yang
mengharuskan agar setiap tindakan pemerintah selalu berdasarkan UU dan
peraturan perundangan yang sah. Sedangkan UU di Indonesia menurut pasal 5 ayat
(1) dan pasal 20 ayat (1) harus dibuat oleh presiden bersama DPR. Kemudian
pasal 5 ayat (2) memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah guna menjalankan
undang-undang. Jadi pasal 22 ayat (1) dan pasal 5 ayat (2) memberikan
kewenangan kepada pemerintah untuk membuat peraturan perundangan baik atas
inisiatifnya sendiri (yaitu peperpu) maupun atas delegasi (peraturan
pemerintah).
F.
Cara-cara Pelaksanaan Tindakan
Pemerintah
Menurut
E. Utrecht tindakan pemerintah itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
:
1. Yang
bertindak adalah administrasi negara itu sendiri
2. Yang
bertindak adalah subjek hukum/badan hukum lain yang tidak termasuk administrasi
negara, dan dilakukan berdasarkan sesuatu hubungan istimewa, seperti badan
hukum-badan hukum yang diberi monopoli.
3. Yang
bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara yang
menjalankan pekerjaan berdasarkan suatu konsesi/izin dari pemerintah. Artinya
pekerjaan tersebut diserahkan oleh pemerintah kepada badan swasta untuk
menyelenggarakan kepentingan umum, seperti Damri, Pelni, Shell, Caltec dan
sebagainya.
4. Yang
bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara yang
diberi subsidi oleh pemerintah, seperti yayasan-yayasan pendidikan.
5. Yang
bertindak adalah pemerintah bersama-sama dengan subjek hukum lain yang bukan
administrasi negara dimana kedua belah pihak tergabung dalam kerjasama, seperti
Bank Industri Niaga (dimana pemerintah bukan pemegang saham tetapi didalam
dewan direksinya ada wakil-wakil pemerintah).
6. Yang
bertindak adalah yayasan yang didirikan/diawasi oleh pemerintah, seperti
yayasan Supersemar, yayasan Veteran dan sebagainya.
7. Yang
bertindak adalah koperasi yang didirikan/diawasi oleh pemerintah.
8. Yang
bertindak adalah Perusahaan Negara seperti PLN
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa macam tindakan pemerintah
yang merupakan tindakan hukum dalam rangka menyelenggarakan kepentingan umum,
yaitu :
1. Dengan
membebankan kewajiban pada organ-organ itu untuk menyelenggarakan kepentingan
umum.
2. Dengan
mengeluarkan undang-undang yang bersifat melarang atau menyeluruh yang
ditujukan pada tiap-tiap warganegara untuk melakukan perbuatan (tingkah laku)
yang berlaku demi kepentingan umum.
3. Memberikan
perintah-perintah atau ketetapan-ketetapan yang bersifat memberikan beban.
4. Memberikan
subsidi-subsidi atau bantuan-bantuan kepada swasta.
5. Memberikan
kedudukan hukum (rechtstatus) kepada seseorang sesuai dengan kepentingannya,
sehingga orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban.
6. Melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan swasta.
7. Bekerjasama
dengan perusahaan lain dalam bentuk-bentuk yang ditentukan untuk kepentingan
umum.
8. Mengadakan
perjanjian dengan warganegara berdasarkan hal-hal yang diatur dalam hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar